teori pendidikan orang dewasa
TEORI PENDIDIKAN ORANG DEWASA
1. Carl Rogers
Carl R Rogers (1951) mengemukakan
konsep pembelajaran yaitu “Student-Centered Learning” yang artinya bahwa :
a. kita tidak bisa mengajar orang lain
tetapi kita hanyabisa menfasilitasi belajarnya;
b. Seseorang akan belajar
secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan
“self”nya;
c. Manusia tidak bisa belajar kalau
berada di bawah tekanan
d. Pendidikan akan membelajarkan
peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik,
dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir.
Peserta didik orang dewasa menurut
konsep pendidikan adalah: (1) meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa,
yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa; (2) meraka yang
mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa.
Menurut Biehler (1971: 509-513) dan
Jarvis (1983: 106-108), Carl Rogers adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik
yang menganjurkan perluasan penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang
pembelajaran. Menurut pendapatnya, peserta belajar dan fasilitator hendaknya
memiliki pemahaman yang mendalam mengenai diri mereka melalui kelompok yang
lebih intensif.Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah latihan
sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif, hubungan masyarakat.
Menurut Rogers, latihan sensitivitas
dimaksudkan untuk membantu peserta belajar berbagai rasa dalam penjajagan sikap
dan hubungan interpersonal di antara mereka.Rogers menanamkan sistem tersebut
sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar.Pembelajaran yang
berpusat pada peserta belajar pada hakekatnya merupakan versi terakhir dari
metode penemuan (discovery method).
Rogers mengemukakan adanya tiga
unsur yang penting dalam belajar berpengalaman (experimental learning),
yaitu:
a. Peserta belajar hendaknya dihadapkan
pada masalah nyata yang ingin ditemukan pemecahannya.
b. Apabila kesadaran akan masalah telah
terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap terhadap masalah tersebut.
c. cdanya sumber belajar, baik berupa
manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau tercetak.
Teori belajar berpengalaman dari
Carl Rogers, Javis mengemukakan bahwa teori tersebut mengandung nilai
keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi, didasarkan atas
prakarsa sendiri (self Initiated).Peranan fasilitator dalam belajar
berpengalaman ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan
kebutuhan belajar yang bermakna baginya.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang
secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi
belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang
dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi
siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974).Hal tersebut tidak sejalan dengan teori
humanistik.Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan
inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami
belajar eksperensial (experiential learning) (Asri Budiningsih, 2005:
77).
2. Robert M. Gagne
Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang
dewasa terutama yang berkaitan dengan kondisi belajar.Menurutnya ada
delapanhierarki tipe belajar seperti diuraikan sebagai berikut:
- Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning.Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
- Belajar Stimulus Respon;belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant Conditioning,yang responnya berbentuk ganjaran.Dua tipe berikutnya adalah rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki.
- Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan
- Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning).
- Diskriminasi Berganda;dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa.Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus.
- Belajar Konsep;adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolesence).Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep.
- Belajar Aturan; merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat, merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa.Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne.
- Pemecahan Masalah; Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap situasi problematik.
3. Paulo Freire
Paulo Freire adalah seorang pendidik
di negara Brazilia yang gagasannya tentang pendidikan orang dewasa.Menurut
Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada kemampuan diri pribadi (self
affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan diri.Ia terkenal
dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization yang terdapat
tiga prinsip:
a. Tak seorang pun yang dapat mengajar
siapapun juga,
b. Tak seorang pun yang belajar
sendiri,
c. Orang-orang harus belajar
bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka.
Gagasan ini memberikan kesempatan
kepada orang dewasa untuk melakukan analisis kritis mengenali lingkungannya,
untuk memperdalam persepsi diri mereka dalam hubungannya dengan lingkungannya
dan untuk membina kepercayaan terhadap kemampuan sendiri dalam hal kreativitas
kapablitasnya untuk melakukan tindakan.Fasilitator dan peserta belajar
hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses
pengembangan fasilitator dan peserta belajar.
3. Malcolm Knowles
Knowles (1970)
andragogi-concepts/mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang
berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut Asumsi
Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari
ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara
singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang
pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep
dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia
yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia
tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak
senang atau menolak.
Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang
akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya
menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar
yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi
andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai
dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman
(experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori,
simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara
langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan
peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan
eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi
sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di
tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi
bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang
ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih
ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan
sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena
membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya
apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain.
Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi
karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.
Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan
untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject
centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan
yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki
orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation).
Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan
untuk menghadapi masalah hidupnya.
Kempat asumsi dasar itulah yang
dipakai sebagai pembandingan antara konsep pedagogi dan andragogy. Lebih rinci Knowles
menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang dewasa dengan belajar
bagi anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka.Menurut Knowles,
ada empat asumsi utama yang membedakan antara andragogi dan pedagogi, yaitu:
- Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebesanyang lebih bersifat pengarahan diri.
- Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman
- Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang permasalahan yang kini mereka hadapi dan anggap relevan
- Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subjek.
Knowles membedakan orientasi belajar
antara anak-anak dengan orang dewasa, dilihat dari segi perspektif waktu yang
selanjutnya mengakibatkan terjadinya perbedaan manfaat yang mereka harapkan
dari belajar.
Anak-anak berkecenderungan belajar
untuk memiliki kemampuan yang kelak dibutuhkan untuk melanjutkan pelajaran ke
sekolah lanjutan/ perguruan tinggi, yang memungkinkan mereka memasukialam
kehidupan yang bahagia dan produktifdalam masa kedewasaan.
Orang dewasa cenderung memilih
kegiatan belajar yang dapat segera diaplikasikan, baik pengetahuan maupun
keterampilan yang dipelajari.Bagi orang dewasa, pendidikan orang dewasapada
hakekatnya adalah proses peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah
kehidupan yang dialami sekarang. (Mappa, 1994: 114)
Komentar
Posting Komentar